PENERUS TAHTA KERAJAAN SUNDA (PAJAJARAN)

Tags


Berdasarkair dari sumber cerita Pantun dan Babad, kisah tentang Kerajaan Pajajaran, diakhiri pada masa kekuasaan Prabu Siliwangi. Kisah itu, sudah merasuk ke dalam jiwa para orang Sunda, dan sudah mendarah daging turun-temurun. Provokasi cerita fiksi Kian Santang, sudah demikian lama, menenggelamkan riwayat "Pajajaran" yang sesungguhnya. apa masuk di akal, Kian Santang yang konon katanya, hidup di masa penyebaran Islam di Tatar Sunda (abad ke 15 Masehi), bisa bertemu dengan Sayidina Ali (sahabat Rasulullah Muhammad), pada abad ke 7 Masehi? Karena, jarak masa hidup Kian Santang dengan Sayidina Ali itu dipisahkan oleh waktu kurang lebih 800 tahun! Kemudian, bila Kian Santang berstatus sebagai anak Prabu Siliwangi, setega itukah, memaksa ayahnya untuk masuk ke agama Islam?
Ada yang menafsirkan, kalau tokoh Kian Santang itu, adalah Pangeran Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana. Selain itu, Kian Santang juga  disamakan dengan Raja Sangara (Raja Sengsara), karena ia adiknya Larasantang, juga adiknya Pangeran Cakrabuana. Ada pula yang menafsirkan, bahwa Kian Santang itu Falatehan alias Fatahillah. Bahkan Maulana Hasanuddin dari Banten pun, sempat juga dicurigai sebagai Kian Santang. Untuk mencari kebenaran, perlu penelusuran ilmiah, berdasarkan ilmu sejarah.
Persesuaian Kropak 406 Carita Parahiyangan dengan Pustaka Carita Parahiyangan Cirebon abad ke 17, meriwayatkan penerus tahta di Kerajaan Sunda (Pajajaran), yang rangkumannya adalah sebagai berikut:
Setelah wafatnya dari Sri Baduga Maharaja (1521 Masehi), pewaris tahta Kerajaan Sunda (Pajajaran), ialah Prabu Sanghiyang Surawisesa. la putera Sri Baduga Maharaja dari Puteri Kentring Manik Mayang Sunda (puteri Sang Prabu Susuktunggal). Prabu Sanghiyang Surawisesa, pernah diutus ke Malaka untuk merintis perjanjian bilateral perdagangan Sunda - Portugis. Di dalam catatan Portugis, ia disebut sebagai Raja Samiam, yang dimaksud adalah Raja Sanghiyang (Surawisesa).

Wafatnya tokoh Sri Baduga Maharaja, menimbulkan persoalan baru, membangkitkan ambisi Cirebon untuk memperluas wllayah kekuasaannya. Saat Prabu Sanghiyang Surawisesa naik tahta, konflik dengan Pakungwati Cirebon semakin meruncing, hingga menimbulkan perang selama 15 kali.

Mengenai Raja Raja penerus tahta Kerajaan Sunda Pajajaran, terungkap dalam naskah Kropak 406 Carita Parahiyangan, dari lembar 20 sampai dengan lembar 25, uraiannya ialah sebagai berikut:
// disilihan ku prebu surawisesa / inya nu surup ka  padaren / kasuran / kadiran / kuwanen //  prang prang lima welas kali hanteu eleh / ngalakukeun bala sariwu prangrang ka kalapa deung aria burah / prangrang ka tanjung// prangmng ka ancol kiji // prangrang ka wahantengirang// prangrang ka simpang// prang prang ka gunung batu // prangrang ka saung agung// prangrang ka rumbut // prangrang ka gunung// prangrang ka gunung banjar// prangrang ka padang// prangrang ka panggoakan// prangrang ka muntur// prangrang ka hanum // prangrang ka pager wesi // prangrang ka medangkahiyangan // ti inya pulang ka pakwan deui // hanteu nu nahunan deui / panteg hanca buana // lawasniya ratu opatwelas tahun //

Terjemahan:
Diganti yaitu oleh Prabu Surawisesa yang dipusarakan di Padaren. Rata gagah perkasa, teguh dan pemberani.  Lima betas kali perang tak pernah kalah. Dalam melakukan peperangan menggunakan siasat Bala Sarewu (Pustaka Bala Seribu).

Perang ke Kalapa dengan Aria Burah. Perang ke Tanjung. Perang ke Ancol Kiji. Perang ke Wahanten Girang. Perang ke Simpang. Perang ke Gunung Batu. Perang ke Gunung Banjar. Perang ke Padang. Perang ke Pagoakan. Perang ke Muntur. Perang ke Hanum. Perang ke Pager Wesi. Perang ke Medang Kahiyangan. Setelah itu, kembali ke Pakuan lagi. Tidak sampai setahun, meninggal dunia. Lamanya menjadi ratu 14 tahun.

prebu ratudewata / inya nu surup ka sawah tampian dalem lumaku ngarajaresi // tape pwah susu // sumbelehan niat tinja bresih suci wasah disunat ka tukangna / jati sunda tetra / datang na bancana musuh Banal / tambuh sangkane // prangrang di buruan ageung// pejah tohaan sarendet deung tohaan rata sanghiyang// hang pandita sakti diruksak / pandita di sumedang// sang pandita di ciranjang pinejahan tanpa dose / katiban ku tapak kihir//sang pandita di jayagiri linabuhaken ningsagara// hang sang pandita sakti hanteu dosana // rounding rah.iyang ngaraniya / linalnhaken ring sagara tan keneng pati/ hurip muwaf, moksa tanpa tinggal raga tetra ring duniya// sinaguhniva. ngaraniya hiyang katingan // nya iyatnavatna .sang kawuri / hayzaa to .sire kabalik pupuasaan //samangkana to precinta // prebu ratudewata / lawasniya rata dalapan tahun / kasalapan panteg hence dine bwana //

Prabu Ratu Dewata, dialah yang dipusarakan di Sawah Tampian Dalem. Menjalankan kehidupan seperti Rajaresi. Puasa, hanya meminum susu. Disunat, supaya bersih suci dari kotoran. Disunat oleh akhlinya, itulah tradisi orang Sunda.
Datang bencana serangan musuh kasar, tidak diketahui identitasnya. Perang di Buruan Ageung (Alan alun). Gugur Tohaan Sarendet den Tohaan Ratu Sanghiang. Ada pendeta sakti dianiaya, pandita di Sumedang. Sang pandita di Ciranjang, dibunuh tanpa dosa, tertimpa tapak kikir. Sang Pandita di Jayagiri, ditenggelamkan ke laut. Ada pendeta sakti tak berdosa Munding Rahiyang namanya, ditenggelamkan ke laut, tidak mati, masih hidup, menghilang tanpa meninggalkan jejak di dunia. Terkenal namanya Hiyang Kalingan. Oleh sebab itu, hati hatilah yang hidup di kemudian hari, jangan hidup pura pura berpuasa. Begitulah keadaan jaman susah.
Prabu Ratu Dewata, lamanya jadi raja 8 tahun, kesembilan tahunnya meninggal dunia.

disilihan ku sang ratu sakti sang mangabatan ring
tasik / inya nu surup ka pengpelengan // lawasniya ratu dalapan
tahun / kenana ratu twahna kabancana ku estri larangan ti
kaluaran deung kana ambu tere // mati mati wong tanpa dosa /
ngarampas tanpa prege / tan bakti ring wong atuha / asampe
ring sang pandita //
aja tinut sang kawuri / polah sang nata //
mangkana sang prebu ratu / carita inya //

Diganti oleh Sang Ratu Sakti Sang Mangabatan di Tasik. Yaitu yang dipusarakan di Pengpelengan. Lamanya jadi ratu 8 tahun, karena tindakan ratu celaka oleh wanita larangan dari luar dan oleh ibu tiri. Sering membunuh orang tanpa dosa, merampas tanpa perasaan, tidak hormat pada yang tua, menghina pendita. Jangan diikuti oleh generasi belakangan, tindakan ratu seperti itu. Begitulah riwayat Sang Ratu.

tohaan di majaya alah prangrang/ mangka tan nitih
ring kadatwan // nu ngibuda sanghiyang panji / mahayu na ka
datwan / dibalay manelah taman mihapitkeun dora larangan //
nu migawe bale bobot pituwelas jajar/ tinulis pinarada war-
nana cacaritaan //

Tohaan di Majaya kalah perang, oleh sebab itu tidak diam di Kedaton. Dialah yang mencipta Sanghiang Panji, menghiasi Kedaton, di balai diatur berupa taman mihapitkeun panto larangan. Yang membangun bale bobot 17 jajar, diukir berbaris dibentuk berbagai cerita.

hanteu ta yuga dopara kasiksa tikang wong sajagat / kreta
ngaraniya // hanteu nu ngayuga sanghara / kreta //
dopara luha gumenti tang kali // sang nilakendra wwat
ika sangke lamaniya manggirang/ lumekas madumdum cereng//
manganugraha weka / hatina nanda wisayaniya / manurunaken
pretapa / putu ri patiriyan // cai ka tiningkalan nidra wisaya
ning baksa kilang//
wong huma darpa mamangan / tan igar yap tan pepela
kan // lawasniya ratu kampa kalayan pangan / ta tan agama
gyan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan
beunghar//
lawasniya ratu genepwelas tahun //

Dari zaman manusia tidak mengalami kejahatan disebut zaman kreta. Tidak ada yang menjadikan hancurnya jagat.
Dalam zaman Dopra, zaman perunggu, seterusnya diganti dengan zaman kali, zaman besi, Sang Nilakendra, karena terlalu lama dalam suasana senang memperturutkan hawa nafsu. Mempunyai anak, ke dalam hatinya sudah dirasuki bermacam reka perdaya, menurunkari pertapa, cucu tiri. Minuman keras dianggap adalah seperti air bentuknya godaan nafsu.

Manusia yang berhuma rakus makannya, tidak gembira kalau tidak bercocok tanam. Lamanya ratu menuruti hawa nafu dalam makanan, tidak mengikuti adat kebiasaan, dalam menuruti nafsu kesenangan karena menganggap wajar dengan kekayaannya.
Iamanya jadi rata 16 tahun.

disilihan ku nusiya mulia // lawasniya rata sadewidasa /
tembey datang na prebeda // bwana alit sumurup ping ganal /
metu sanghara ti selam //
prang ka raja gaLuh / eleh na raja galuh / prang ka ka
lapa / eleh na kalapa // prang ka pakwan / prang ka galuh /
prang ka datar/ prang ka madiri / prang ka patege / prang
ka jawakapala / elehna jawakapala // prang ka galelang//
nyabrang/ prang ka salajo / pahi eleh ku selam //

Diganti oleh Nusia Mulya. Lamanya jadi ratu 12 tahun. Pertama datangnya perubahan. Dunia halus masuk ke yang kasar, timbul kerusakan dari Islam.
Perang dengan Rajagaluh, kalah Rajagaluh. Perang dengan Kalapa, kalah Kalapa. Perang dengan Pakuan, perang dengan Galuh, perang dengan Datar, perang dengan Mandiri, perang dengan Patege, perang dengan Jawakapala, kalah Jawakapala. Perang dengan Gegelang. Perang berlayar ke Salajo, semua kalah oleh orang Islam.

Berdasarkan Kropak 406 Carita Parahiyangan, Setelah Sri Baduga Maharaja wafat, ada 5 orang Raja penerus tahta Kerajaan Pajajaran, antara lain:

1.    Prabu Sanghiyang Surawisesa (tahun 1521 sampai 1535 Masehi);
2.    Ratu Dewatabuana (tahun 1535 sampai 1543 Masehi);
3.    Ratu Sakti (tahun 1543 sampai 1551 Masehi);
4.    Prabu Nilakendra (tahun 1551 sampai 1567 Masehi);
5.    Prabu Ragamulya Suryakancana atau Prabu Pucuk Umun Pulasari (tahun 1567 sampai 1579 Masehi).

Kerajaan ajajaran lenyap dari muka bumi tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka. Peristiwa runtuhnya Kerajaan Sunda Pajajaran, bertepatan dengan tanggal 11 Rabiul awal 987 Hijriyah, atau sama dengan tanggal 8 Mei 1579 Masehi.

Artikel Terkait